Perspektif

Azyumardi Azra di Mata Kiai Maman: Sosok Teladan Berintegritas

Saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah pepatah sufi “Kematian adalah puncak tuntasnya kerinduan seorang hamba kepada Rabb-nya.”

Inilah sebuah romansa perjuangan seorang anak bangsa, Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, M.A., M.Phil., CBE. Seorang akademisi juga merupakan cendekiawan muslim Indonesia. Sosok yang menjadi teladan bagi kita generasi penerusnya.

Beliau juga yang membawa pengaruh pada pemikiran-pemikiranku tentang Islam, demokrasi, dan politik. Sungguh kehilangan besar bagi kita bangsa Indonesia atas kepergiannya.

Prof. Azyumardi Azra adalah salah satu peletak dasar-dasar demokratisasi dan modernisasi pendidikan Islam. Transformasi itu dilakukan agar mampu mengangkat martabat lembaga pendidikan islam yang menghasilkan kualitas tinggi. Setidaknya inilah satu dari begitu banyak buah pikir mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah.

Selain itu, beliau juga dikenal
sebagai seorang akademisi yang memiliki integritas keilmuan mumpuni, juga punya hubungan yang kuat dengan sesama kalangan akademisi lainnya. Itulah mengapa beliau menjadi sosok yang begitu disegani.

Wafatnya Prof Azyumardi membuka kembali memori ketika saya memulai ikhtiar di bidang politik. Beruntungnya bagi saya mendapat secercah pesan yang terus kupegang hingga kini.

Saya ingat betul pesannya, katanya hanya sederhana, “menjaga integritas adalah segalanya.” Banyak politisi yang kehilangan integritas saat telah mendapatkan jabatan, kuasanya tidak lagi dijadikan alat perjuangan dan hanya tunduk pada realitas kekuasaan.

Meski sederhana, pesan itu adalah tantangan buatku. Bekal itu juga yang membuatku sampai pada titik ini.

Pesan lainnya yang saya ingat adalah teruslah bersuara meski tidak lagi di parlemen, tetap mengkritik sistem yang jumud dan angkuh. “Bila tidak duduk di DPR, jangan minder. Karena seseorang dihargai bukan karena kedudukan dan jabatannya, tapi sekali lagi, karena integritasnya. Saya tidak mau Kang Maman seperti beberapa anggota DPR yang ku kenal. Setelah tidak di Senayan, seperti malu, minder, menutup diri dan tidak berani bicara. Jangan ya,” begitu kira-kira katanya.

Memang sangat personal sekali apa yang ia sampaikan kepadaku, namun justru inilah pesan yang membuatku merasa begitu dekat dengannya. Tidak hanya sebagai seorang tokoh, namun layaknya seorang kakak terhadap adiknya.

Terima kasih Prof atas begitu banyaknya pengabdian yang engkau beri dalam goresan tinta perjalanan bangsa ini. Juga bagi kehidupanku, banyak pesan dan pelajaran berharga yang telah engkau sampaikan.

Pada akhirnya manusia pastilah akan mati. Kita pun sama, akan berakhir jua pada gilirannya. Tinggal sejauh mana manfaat yang kita beri pada kehidupan, pada sesama manusia dan alam. Selamat jalan Prof Azyumardi Azra. Alfatihah

Related Posts