Beberapa waktu lalu saya dengan istri saya Ibu H. Upiq Rofiqoh bersilaturahmi ke Pondok Nadwatul Ummah Buntet Pesantren dalam rangka memenuhi undangan dari putri salah satu ulama besar di Ikapb Buntet Pesantren .
Yang menarik di tempat ini adalah sosok ulama kharismatik KH Fuad Hasyim yang dikenal sebagai Kiai Fuad Buntet di mana serambi rumahnya menjadi tempat para ulama-ulama besar hadir untuk berdiskusi tentang masalah-masalah keumatan.
Salah satu tokoh yang sering kali mampir ke Serambi Kiai ini adalah Gus Dur.
Saya pernah sekitar 2 tahun sebelum Gus Dur wafat membawa pesan Gus Dur lewat rekaman untuk disampaikan ke keluarga Kiai Fuad Hasyim.
Gus Dur memberi penghormatan besar pada keluarga Kiai Fuad. Bahkan Teh Yeyen, putri Kiai Fuad, pernah mengingat salah satu kalimat Gus Dur, “saat begitu banyak orang yang meninggalkanku, satu keluarga yang tidak pernah meninggalkanku adalah Kiai Fuad dan keluarganya.
Tempat ini begitu banyak kenangan di mana Kiai Fuad menjadi seorang orator ulama, seorang dai terkenal yg ceramah-ceramahnya sarat akan makna, dan juga pembelaan-pembelaan beliau tentang isu-isu toleransi dan sebagainya.
Saya masih ingat ketika itu ada rombongan Prof Dr Salim Bajri dari Kota Cirebon mengadukan beberapa pemikiran-pemikiran saya dan kawan-kawan yang dianggap mereka sebagai pemikiran yang liberal di luar mainstream Islam, termasuk hubungan yang dekat dengan non muslim.
Rombongan itu meminta semacam fatwa bagaimana menghadapi anak-anak muda ini, maka dengan senyum yang khas dan suara yang penuh kharisma, Kiai Fuad mengatakan,
“Maman itu anak saya”.
Sebuah pembelaan yang khas kiai-kiai NU yang terus memberikan dukungan dan dorongan agar kekeliruan bisa dibenahi dan teruslah berani melangkah demi nilai kemanusiaan.
Saya ingin mengatakan di mana tempat saya berbincang ini adalah “Serambi Kiai”
Untuk Kiai Fuadz n Masyaikh Buntet Pesantren, Al-Fatihah.