Kunjungan terakhir saya di Maroko adalah di Kota Fes, sebuah kota yang didirikan oleh Maulana Idris Kedua. Saya didampingi oleh mahasiswa-mahasiswi yang belajar di sana. Ada Mba Hana yang merupakan putera KH Masruri Mughni Al-Hikmah 2, juga ditemani oleh Mas Jami dari Jambi, dan tentu juga Mas Amar yang telah menemani saya sejak awal di Maroko.
Perjalanan ke Fes kami lakukan dengan menumpang sebuah taksi. Berbeda dengan kebanyakan taksi di kota lain, Taksi di Fes itu menarik. Di Fes tidak ada istilah spesial buat penumpang taksi karena taksi itu akan menerima penumpang lain di tengah jalan jika masih ada kursi kosong.
Sampai di Fes kami langsung naik ke pemakaman dengan jumlah makam yang sangat besar. Yang pertama kami kunjungi adalah makam Ibnu Arabi, beliau bukan Ibnu Arabi Syaikhul Islam, namun Ibnu Arabi seorang ahli hadits.
Setelahnya kami datang ke Babul Futuh, di sana kami ziarah ke beberapa makam. Ada Syekh Addaras yang membawa fiqih Maliki ke Fes. Ada juga Syekh Ad Dibagi yang dikenal sebagai seorang sufi besar, tetapi yang menarik adalah kami datang ke Sayyidi Syekh Ibrahim bin Muhammad bin Ali At-Tazi, beliaulah yang mengarang Salawat Nariyah.
Bayangkan betapa bahagianya kami berziarah membaca Salawat Nariyah di depan makam beliau yang mengarangnya. Subhanallah.
Setelah itu kami pun melanjutkan ziarah kami dengan masuk ke dalam pasar besar yang meyajikan dagangan khas Fes. Kemudian sampailah kami di masjid yang sangat terkenal yang berlokasi di universitas tertua di dunia yaitu Universitas Al-Qarawiyyin. Saya diberi kesempatan untuk bisa berwudlu dan juga Salat Tahyatul Masjid.
Setelah itu kami datang ke pendiri dari kota Fes yaitu Maulana Ilyas. Dari Maulana Ilyas kami kemudian berkunjung ke pendiri Thoriqoh Syekh Ahmad Attijani. Sebuah pengalaman ruhani yang begitu membahagiakan, saya membaca Salawat Fatih di hadapan pusara penulis atau pengarang Salawat Fatih. Kebahagiaan yang tak terkirakan bagi saya.
Setelah itu kami istirahat sejenak sambil berdiskusi bicara tentang para wali yang ada di Fes dan dilanjutkan dengan berfoto di depan Sungai Al Jurum. Sungai ini punya kisah tersendiri. Kita tahu bahwa kitab gramatikal dasar Bahasa Arab yang dipelajari para santri adalah Kitab Jurumiyah. Nah ikhtiar Abu Abdillah Sidi Muhammad bin Daud Ash-Shanhaji alias Ibnu Ajurrum, beliau lemparkan kitab itu ke sungai, kalau kitab itu kembali maka pertanda manfaat, namun jika tidak kembali maka dibiarkan menghilang. Ajaibnya ternyata kitab itu kembali. Namun sayang, makam penulis kitab yang begitu dikenal itu malah tidak terurus.
Itulah pengalaman yang menarik di Kota Fes. Alhamdulillah.