Mengambil Hikmah Puasa dalam Memerangi Pandemi Covid-19

Pimpinan Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka, KH Maman Imanulhaq saat berbincang dalam satu acara. Foto/Abdul Rochim

Dalam Bahasa Arab, puasa dikenal dengan istilah shaum atau shiyam. Keduanya memiliki makna ‘Al-Imsak’ yaitu menahan diri atau menunda kesenangan.

Pimpinan Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka, KH Maman Imanulhaq menuturkan, Pandemi Covid-19 mengharuskan kita untuk menunda banyak kesenangan seperti berkumpul dan bepergian. Kitapun dianjurkan untuk berada di rumah saja (stay at home).

“Hal tersebut sangat relevan dengan tujuan kita berpuasa yaitu menunda kesenangan dan mengkhusyukan diri di rumah dengan beribadah, bekerja dan meningkatkan kualitas komunikasi antaranggota keluarga demi terwujudnya ketahanan keluarga,” ungkap Kiyai Maman, Sabtu (16/5/2020).

Menurutnya, sejauh ini Pemerintah telah optimal dalam memerangi Covid-19 ini. Namun ada beberapa catatan penting yang harus diperbaiki Pemerintah yaitu soal validasi data dan koordinasi antar lembaga dan kementerian.

“Dua kelemahan sangat terlihat saat menghadapi Covid-19 . Kita butuh kerja keras, kerja sama dan kerja cerdas. Ini hikmah penting, memerangi virus Corona birokrasi pemerintah harus bergerak dengan sistematis, profesional dan sinergis, tidak boleh ada kebijakan yg tumpang tindih,” ungkap anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKB yang menjadi mitra Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Wakaf Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan Badan Pengelola Keuangan Haji ini.

Dikatakan Kiyai Maman, masyarakat kita masih lemah dari sisi komitmen bersama menghadapi Covid-19 ini. Karena itu, edukasi dan sosialisasi harus terus ditingkatkan.

“Jiwa gotong bangsa ini sedang diuji. Tidak boleh ada kelompok masyarakat yang egois dengan tidak mematuhi protokol kesehatan,” tuturnya.

Menurutnya, umat Islam masih terbelah dalam menghadapi Covid-19 . Saat ini, suasana Ramadhan benar- benar berubah. Lebih sunyi dan sedikit mencekam. Tapi ini mengajarkan kita tentang hakikat Ramadhan untuk lebih berintropeksi diri (muhasabah) dan tidak terjebak kepada prilaku keberagaman yang simbolik dan palsu. Semangat solidaritas dan berbagi tetap terliat. Dan pembagian zakat lebih subtansional.

“Saat ini, tidak ada yang berkerumun dan berdesak desakan hingga jatuh korban, saat pembagian zakat dari si kaya. Silaturahmi dan tradisi mudik sedikit berubah dan sepi. Tapi tetap akan bermakna,” paparnya.

Secara keseluruhan, kata Kiyai Maman, pandemi ini memberi pelajaran penting bagi bangsa Indonesia untuk menumbuhkan kembali karakter gotong royong dengan solidaritas kebangsaan yang kuat, menguatkan pola keberagamaan yang subtansional penuh dengan kasih sayang, toleransi dan semangat berbagi.

“Kebencian, radikalisme dan terorisme ternyata bisa kita lawan bersama dengan menyadari bahwa persoalan kemamusiaan kita bukan politik identitas yang menonjolkan perbedaan tapi kemiskinan, kebodohan dan juga pendemi Covid-19 ,” katanya.

Karena itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk melayani masyarakat dengan profesional, berbasis data dan koordinatif.

“Tiga poin itu menjadi momentum kebangkitan Bangsa Indonesia yang jatuh di bulan Mei ini,” pungkas Wakil Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB ini.*

Sumber: sindonews.com

Exit mobile version